“Pengen gue tampar!”
“Sabar bok.. sabar….”
Suara tangis masih menggema diruangan ini.
“Gue uda kesel banget… Kaya orang paling bener sedunia tau gak lo?”
“Iye..iye, gue ngerti, gue juga pernah kok dibuat nangis gara-gara masalah sepele. Uda tenang dulu deh… Maskara lo luntur tuh…”
“Bodo! “
“Ye… Ayo donk ntar lagi jam makan siang nih… Masak lo mo keluar makan sambil make up yang nggak jelas gitu. Malu ah.”
Kali ini air dari kran di wastafell ituh mengalir deras. Si Mbak yang tadinya mewek gara-gara si Bosnya sudah terlihat segar dalam tiga kali basuhan air.
“Misi Bu…” , aku menyela sambil menggerakkan lapku di wastafel yang telah selesai digunakannya.
“Oh, maap, silahkan mbak.” Ia bergeser mendekati rekannya.
“Nah, gitu lebih seger… Nih… touch up dulu muka lo.”
Si Mbak yang menghibur menyerahkan dompet kecil yang berisi peralatan make up. Kurasa semua karyawan wanita di kantor ini punya dompet yang sama fungsinya.
Tempat ini memang ruangan yang multifungsi. Aku sebagai petugas kebersihan jadi saksi atas semua cerita yang terungkap di lavatory wanita lantai ini. Bukan sekali ini si Bos yang diperbincangkan dua mbak-mbak ini jadi topik. Si Bos yang dimaksud memang mengesalkan. Tidak mencerminkan seorang pemimpin yang baik. Ya, aku sendiri pernah mengalami kejadian tak enak , gara-gara tissue aku didampratnya di toilet ini.
“Ayuk Mbak…” Kedua mbak-mbak tadi berpamitan meninggalkan toilet.
“Oh mari Bu…”, jawabku setengah kaget.
Tak lama suara pintu terdengar terbuka lagi dan suara hak sepatu yang tinggi menggema di ruangan yang tak terlalu lebar ini. Aku yang tengah mengganti tissue roll pada bilik ujung bergegas merapikan pekerjaanku, siapa tahu orang yang baru masuk ini akan menggunakan bilik closet pojok ini.
Kubalikkan badan keluar dari bilik dan Oo… si Bos yang tadi diperbincangkan ada di depanku.Untung kedua mbak tadi sudah keluar.
“Eh Ibu, silahkan.” , aku tergagap menegurnya.
“Awas, minggir. Ngapain kamu?” tanyanya galak, emm sok galak tepatnya.
“Engg abis ganti tissunya bu.”
“Sana, sana…” dia mengusirku.
Aku hanya mengangguk dan mengambil peralatanku bergegas menuju pintu dan keluar.
Baru tiga langkah menjauh dari pintu aku teringat belum memeriksa cairan pencuci tangan di dekat wastafel. Akhirnya aku kembali ke dalam toilet.
Uhhhhfffttt…. Aku menahan nafas, aroma tak sedap menyerang dan mencekikku kala membuka pintu.
“Dasar si Bos… bossy dan cerewet kentutnya bau juga!” Aku memaki dalam hati sambil menutup hidung dan mengurungkan niatku mengecek cairan pencuci tangan. Aku mengambil langkah seribu meninggalkan toilet.
***
GaL
Inspired by toilet lantai 31
Akan banyak lagi cerita tentang lavatory area ini tunggu yak… :)
yew..
ReplyDeletelantai 31...
gak kebayang kalo lagi ada fire drill..
siapin mental buat rapelling aja dech jeung..
ditunggu cerita 101, 102, 202, dst :)
erghhh 101 means bakal nulis 101 tulisan!
ReplyDeletestart from 1 till 101