Friday, January 29, 2010

Aku, Garuda


"Buruannnn nanti aku telat!”

“Duh.. jangan cepet-cepet dong..” Aku berteriak setengah mengeluh karena sepatu baruku ini menyiksaku.

“Dasar cewek, lamban!”

Aku hanya memasang muka cemberut. Sambil berusaha mengejarnya yang ada setengah meter didepanku.

Ini hari pertama kami sekolah setelah libur panjang. Dan hari pertama sekolah selalu dimulai pada hari Senin kan? Aku bangga sekali akhirnya menanggalkan baju merah putih menjadi biru putih. AKu sudah berada di jenjang pendidikan sekolah menengah pertama.

Kurapikan rok miniku. Ahh senang sekali, bentuk rokku tidak lagi lebar seperti sragam sekolah dasarku. Rok biru ini lebih modis menurutku. Aku bersemangat sekali, meski sepatu baru ini membuatku sedikit terganggu. Rasanya kakiku sudah lecet. Ugh.. sepatu kamu kok tidak bekerjasama dengan baik sih di hari pertamaku sekolah?

“Buruan!! Lama amat sih!” Dia berteriak di depan gerbang.

“Iya iya.. kamu jangan cepet-cepet dong jalannya!!” AKu terengah-engah.

Aku masih berada diluar gerbang. Sekolah baruku sangat besar dan luas. Dari gerbang menuju kelas membutuhkan waktu lama. Jam tanganku menunjukkan pukul 7 pas. Tepat aku melangkahkan kaki ke halaman sekolah melewati pintu gerbang, bel tanda masuk berbunyi.

“Aku duluan! Kamu cari sendiri kelasmu!”

Huh, kakakku itu tidak bertanggung jawab. Mentang-mentang dia kelas tiga! AKu bersungut-sungut. Bel sudah berbunyi dan aku belum tau kelas aku dimana. Aku berjalan tergesa-gesa. Tapi mengapa semua siswa bergerak ke lapangan tengah?

“Semua siswa dan siswi dipercepat menuju lapangan upacara!” Suara galak dari pengeras suara terdengar jelas ditelingaku.

Owwww ini hari Senin dan waktunya upacara kan ya? Dan aku telat? Belum menemukan kelasku! Kuletakkan tasku di selasar depan kelas bertuliskan 2-I. Biarlah tasku disini dulu yang penting aku tidak telat ke barisan.

“Kelas 1 disebelah barat!” Sekali lagi suara galak itu mengatur barisan.

Berdirilah aku ditengah kerumunan kelas 1, yang aku sendiri tak tahu ini teman-teman sekelasku atau bukan.

Upacara terasa lama. AKu hanya bersemangat saat membacakan Pancasila. Lima sila yang mendasari negara kita. Hahaha nampaknya doktrin itu sudah melekat dari kecil. Bahwa negara kita memiliki dasar negara Pancasila. Lambang negara kita disebut Garuda Pancasila. Wahh gagah ya terdengarnya? Aku ngefans dengan lambang negaraku!

Garuda Pancasila dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak yang disempurnakan oleh Soekarno. Kata Pancasila berasal dari dua buah kata dari bahasa sansekerta yaitu Panca berarti lima dan Sila yang berarti dasar.

Lambang negara bial dilihat detail terdiri dari banyak bagian. Dan kurasa pelajaran PPKNku untuk bahasan ini sangat mendarah daging. Perisai yang ada di dada burung Garuda Melambangkan pertahan bangsa Indonesia . Sedangkan warna merah putihnya melambangkan bendera negara kita. PErhatikan detail garis hitam diagonal pada perisai menujukkan wilayah kedaulatan Republik Indonesia dilalui garis khatulis tiwa. Dan yang terakhir, lambang pada perisainya adalah interpretasi dan lambang dari isi pancasila.

Lambang-lambang dari isi pancasila ada bintang untuk Ketuhanan Yang Maha Esa. kemudian, rantai untuk Kemanusiaan Yang adil Dan Beradab. Yang ketiga, pohon Beringin untuk Persatuan Indonesia. Kepala Banteng untuk Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan. Dan yang terakhir adalah gambar padi dan kapas untuk sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Lambang burung garuda sendiri bila diperhatikan memiliki jumlah bulu yang memiliki makna khusus 17 helai bulu pada masing masing sayap, melambangkan tanggal 17. 8 helai bulu pada ekor artinya melambangkan bulan 8 atau agustus. dan 45 helai bulu pada leher burung garuda melambangkan tahun kemerdekaan yaitu tahun 194

Yang terakhir, tulisan Bhineka Tunggal Ika di bawah cengkeraman burung Garuda memiliki makna Berbeda beda tetapi satu jua. Sebuah bentuk penegasan meski memiliki keberagaman suku bangsa adat budaya dan agama tetapi dengan persatuan dan kesatuan dapat mewujudkan negara Republik Indonesia. Wow…semboyan yang sangat kuat untuk sebuah negara.

“Pembina upacara meninggalkan lapangan upacara”

Suara itu membuyarkan pikiranku tentang Garuda Pancasila. Sok nasionalis sekali aku. Sedari tadi malah melamun membayangkan garuda pancasila dan maknanya, seperti mau ulangan harian PPKN saja. Aku menutup mulutku dengan tangan, menutupi senyuman di bibirku. Jangan sampai teman-teman disekelilingku heran melihatku tersenyum-senyum sendiri.

Barisan pun dibubarkan. Sekarang tugasku mencari tahu dimana kelasku. Aku menyeka keringat dan mengibaskan topiku. Aku berjalan kembali ke selasar kelas 2-I untuk mengambil tasku. Sial, ada sekumpulan laki-laki duduk dekat tasku. AKu sedikit tak bernyali menghadapi mereka. Tapi bel akan berbunyi sebentar lagi tanda pelajaran akan dimulai.

“Maaf. Tas saya.”

“Ow, hei, ini tas kamu?” Seorang dengan postur tubuh lebih tinggi dari teman-temannya menyapaku ramah.

Aku mengangguk dan menunduk.

Dia menyerahkan tasku. “Kamu anak kelas satu ya? Dimana kelasnya?”

Aku menggeleng “Belum tahu dimana, aku kelas 1-2.”

“Aku anterin yok, kelasmu diujung sana.”

Dia berjalan dan aku membuntutinya. Sepanjang berjalan dia hanya diam. Aku juga. AKhirnya kami tiba di ujung lorong. Ya, kelas dengan tulisan 1-2 tepat berada di ujung lorong ini.

“Ini kelas lo.”

“Makasih.”

Tangannya mengulur, “Nama kamu siapa?”

“Bhineka, panggil Eka saja.” AKu menjabat tangannya.

Dia pun menjawab “Aku, Garuda.”

***

27 Januari 2010 8:40 AM

GaL

Garuda Pancasila…. akulah pendukungmu… *nyanyi.

Ini tulisan spontan gara-gara pagi ini nonotn tivi yang masih aja negbahas soal desain kaos Armani Elang militer yang mirip Garuda :)

Btw berapa lama lo nggak melafalkan 5 sila pancasila kayak waktu sekolah dulu? berapa lama lo nggak nyanyi lagu Garuda Pancasila?

Garuda Pancasila lagi marah kali, makanya sekarang dia eksis dengan cara lain. :)

Thx u to read this!

Thursday, January 28, 2010

Ketika Ketik-ketik



Suara keyboard yang ditekan terdengar jelas disini.

Dari sebelah sana juga begitu.

Diseberang sana juga.

Di ujung sana juga sama.

Seluruh ruangan ini dipenuhi suara sentuhan tangan-tangan yang lincah menari-nari diatas keyboard. Irama dan temponya berbeda. Tapi semua berbunyi, sama.

Tahu kan seperti apa bunyinya? Pastilah kamu tahu. Kamu juga pengguna komputer dengan perangkat keyboard kan?

Semua orang disini seperti terpenjara dalam ruangannya masing-masing. Iya, meski meja kami terbuka, tapi ruang maya sudah terbentuk. Masing-masing orang memiliki kapling tak lebih dari 1 x 1 m. Itu sudah lebih dari cukup. Untuk meja, kursi , dan perangkat komputernya.

Semua orang tak lepas memandang layar monitor. sementara tangannya sedang mengetik sesuatu. Seperti aku juga begitu

Ini perdana bagiku. Setelah genap satu minggu aku nyaris tak menyentuh keyboard untuk mengetik.

Satu minggu?

Yap, satu minggu. Waktu yang lama untuk ukuran seorang aku tidak berakrab-akrab dengan komputer lengkap dengan keyboardnya.

Ada apa dengan satu minggu yang lalu?


Well, Aku hanya ingin mengetik satu paragraf sebagai penjelasan

Percaya atau tidak, ketika kamu patah hati kamu akan sangat produktif mengetik hingga menghasilkan banyak tulisan. Tapi ketika kamu jatuh cinta kamu akan lumpuh dari aktifitas mengetikmu bahkan tak menghasilkan apa-apa.

***
GaL
Ketika ingin ketak-ketik nggak jelas

Thursday, January 21, 2010

#11- Doakan Kami




“Obatnya hanya hamil dan punya anak, itu yang bisa menyembuhkan endometriosis anda, Itu yang dokter sampaikan ke aku.”

"Arrghh, kita bicarakan itu besok-besok saja!" AKu membentaknya.

"Aku berusaha berterus terang denganmu Setya. Kamu mulai tak peduli denganku. Kamu suruh aku urus semua persiapan pernikahan sendiri, bahkan kamu nggak nanya gimana hasil aku periksa ke dokter!"

Aku diam tak menjawab lalu mengenakan jaket.

"Ka.. kamu mau kemana Ya?"

"Aku ada urusan!" Aku bergegas mengambil kunci mobil dan dompet.

"Kamu belum sembuh! Jangan kemana-mana dulu " Dinda berusaha mencegah.

Baru saja dia marah-marah, dan sekarang dia berusaha menunjukkan kepeduliannya padaku dengan mencegahku. Perempuan aneh, bahkan dia rela menyempatkan datang menjengukku yang sedang memulihkan diri dari luka dan memar keparat ini.

AKu tak menghiraukannya.

"Setya!"

"Dinda! Kamu nggak usah banyak bicara! Belum jadi istri saja kamu sudah banyak mengatur!"
Aku berlalu meninggalkannya sendiri di kamar

*

"Sekali lagi gue bilang, NGGAK ADA YANG PERCAYA!"

Aku sudah kesal dengan ulah wanita jadi-jadian ini. Dia mau menghancurkan semua rencana pernikahanku. Cemburu berlebihan. Satu tusukan membuatnya bungkam. Wanita jadi-jadian yang malang, Huh. Mengapa kau baru menyadari dengan siapa kau berurusan!

"Terimakasih atas materi dan semuanya!" AKu berbisik pelan sebagai ucapan selamat tinggal padanya.

Kutinggalkan Syamsul alias Semmy yang mulai terkulai bersimbah darah. AKu berjalan cepat menuju ujung gang. Aku memutuskan tidak langsung meninggalkan TKP. Aku harus bersembunyi dulu. Kurasa aku disini dulu sejenak. AKu mengatur nafasku.

Dari balik tembok di ujung gang aku duduk dan menyalakan rokokku. Memperhatikan TKP. Orang mulai ramai mendatangi. Sial! Banyak sekali banci mengerebuti Semmy. Aku masih menikmati pemandangan drama didepanku. Semua orang mengelilingi Semmy yang aku yakin sebentar lagi akan menghembuskan nafas terakhrinya.

Keparat!!

Apa yang dilakukannya disana? AKu mematikan rokokku dengan geram. Dia bersama seorang laki-laki?! Siapa lagi yang akan berurusan denganku?! Lelaki yang tengah menggandeng tangannya itu? Mengapa ada perempuan sialan itu! Apa korelasi Dinda dan laki-laki itu. Aku memicingkan mata memastikan siapa gerangan laki-laki itu.

Kukirimkan pesan singkat padanya.

Dinda, kamu dimana? Temui aku di kafe biasa sekarang!

Drrttt drrttt

1 Message received
Dinda
Aku nggak bisa


*

"Waktu anda setengah jam saja saudara Setya!"

Ini sudah genap 1 bulan aku mengenakan seragam. Ya, seragam. Semua orang disini menggunakan baju yang sama. Dan hanya ada dua golongan disini. Golongan tahanan dan golongan pengurus tahanan. Seperti sipir yang baru saja mengantarkanku ke ruangan ini.

"Hai Setya."
Aku tersenyum kecut. Perempuan ini masih sama, belum banyak berubah. AKu memandanginya dari balik kaca lengkap dengan teralis. AKu hanya diijinkan berkomunikasi dengan pembatas seperti ini.

Dibelakang Dinda, tampak Semmy. Dia sudah sehat, dia masih terselamatkan dari luka tusukanku dulu.
"Hallo bok... Apa kabar yey? Tinta endang pasti ya di dalam sindang, hiiiyy..." Gaya khasnya masih sama, dengan kipas centilnya dan baju yang seksi.

"Apa kabar kamu?"
Kali ini giliran laki-laki ini yang menyapaku dan mengulurkan tangannya. Aku menjabatnya. Laki-laki yang tadinya banci seperti Semmy, kali ini tampak gagah menemani Dinda menemuiku. Tidak seperti sebelumnya saat aku menjemput Dinda di salon tempat dulu ia bekerja. Dia nampak sangat gemulai.

AKu ingat, malam saat kejadian, sebelum aku tertangkap, aku sempat memicingkan mata demi mencari tahu siapa gerangan laki-laki yang bersama Dinda. Aku masih tak berkata apa-apa kepada mereka.

"AKu minta maaf, Setya. Dan aku sudah memaafkan kamu jauh sebelum aku meminta maaf."
Dinda berkata seraya menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat keemasan.

"Doakan aku, kami akan menikah."

Kupandangi amplop yang sudah berada ditanganku

UNDANGAN

Menikah
Permata Dinda dan Wisnu Pamungkas


:::THE END:::


***

Wednesday, January 20, 2010

#10- Kartu As Laki-laki Banci



"Ow jadi elo orangnya, Sem!"

"Heh banciiii!" , AKu berteriak melengking.

"Elo yang banci!"

"Hehh sembarangan yey! Kalo eyke banci, eyke nggak bakalan bisa bikin wajah yey babak belur gitu you knowww... Cih!"

Tiba-tiba lenganku sudah dicengkeram olehnya.

"Awwww!!!Sakittt bannnciii...!!! Lepasin!!" Aku berteriak melengking lagi.

Aku disudutkan ke dinding. Terdesak. Tangan kirinya tetap mencengkram lenganku sementara tangan kanannya memegang rahangku .

"Heh! Gue nggak takut lo mau tereak ampe seluruh dunia tau juga gue nggak takut!"

Aku tak bisa menjawab. Tak bisa berkata-kata, tangan Setya sangat kencang memegangi rahangku.

"Lo mau bilang ke seluruh dunia kalau gue pernah nidurin lo juga gue nggak takut! Elo pasti cuma ditertawakan orang! Nggak akan ada yang percaya!"

Aku menggeram. Setya belum tahu kalau kartu As-nya ada padaku sekarang. Dia belum tahu korelasi Dinda, Wisnu, Wince, dan aku tentu saja. Kartu As ini mengancam pernikahan dia, berkedok dibalik sebuah perjodohan. Manusia picik!

"Sekali lagi gue bilang, NGGAK ADA YANG PERCAYA!"


Satu tusukan kurasakan menhujamku dan aku tak ingat apa-apa lagi.

**
"Dinda... kamu harus percaya padaku."

Aku terdiam. Merasa paling lemah dan paling tak berdaya kali ini.

"Setya bukan laki-laki baik. Apa yang aku ceritakan benar adanya. Kamu harus percaya aku , Dinda."

Pikiranku kalut , aku menyangka Setya laki-laki tepat. Meski aku sempat angkuh padanya, sempat mencoba mengenal Wisnu sebelumnya. Tapi Setya sabar memaklumiku. Runtuh dinding kekagumanku dalam semalam saat dia menjebakku. Tapi aku mencoba meyakinkan dialah orang yang tepat hingga aku memasrahkan diri. Sungguh bodoh. Dan malam ini Wisnu mencoba membuka siapa Setya sebenarnya dihadapanku.

"AKu harus sembuh Nu. Aku harus sembuh. Tapi aku sudah sangat tolol. Aku sudah ditiduri olehnya Nu..." tangiskupun pecah ditengah alunan musik coffeshop ini.

"Ya, aku tahu, menikahlah dengan orang yang tepat dan kamu akan sembuh. Aku tak peduli Setya sudah pernah menidurimu. Aku tak peduli! Kamu adalah perempuan yang kucari Dinda. AKu seperti sekarang tak lagi terjebak dalam raga Wince, karena kamu. Kamu Dinda."

Wisnu menghela nafas dan melanjutkan lagi kalimatnya

"Hari-hari yang kamu isi selama aku menemanimu bercerita atau melayanimu di salon, aku mendapat keyakinan saat itu. Kamu membuka hatiku. Membuat aku sadar!"

Lagi-lagi Wisnu memberi jeda.

"5 tahun memang waktu yang tak sebentar. keputusan egois saat aku tak paham menemukan jati diri. Apalagi trauma masa kecilku, membuatku tak sudi menjadi laki-laki. Laki-laki makhluk jahat! Ibuku teraniaya oleh laki-laki."

Kali ini aku yang semakin sesenggukan mendengar penjelasan Wisnu.

" Tapi, mengenalmu, sekarang membuatku ingin menjadi laki-laki yang baik. Aku akan menjadi laki-laki yang baik dan menjagamu. Tidak seperti ayahku!"

Wisnu mengusap wajahnya, pertanda resah dan melanjutkan kalimatnya.

"Dinda, tinggalkan Setya, lupakan perjodohan itu. Setya tidak baik untukmu. Bantu aku mewujudkan niatku untuk menjadi laki-laki baik dengan menjadi pendampingmu."

"Beri aku waktu berpikir Nu. Pernikahan ini sudah dipersiapkan."

"Ya aku tahu, pernikahanmu sangat matang. Tapi tidak dengan calon mempelai prianya."

"Beri aku waktu." Aku masih menangis. Aku masih tak percaya dengan semua penjelasan Wisnu malam ini. Setya mengecewakanku berkali-kali! Keluargaku tak ada yang tahu apa yang terjadi. AKu memilih menyelesaikan sendiri.

"Winceeeeee!!!"

Sebuah teriakan kencang memanggil Wisnu. Seorang yang berperawakan dan berpenampilan sama dengan Wisnu kala menjadi Wince kini berdiri didepan kami dan terengah-engah.

"Ya?" jawab Wisnu bingung.

"Semyyy wince.. Semmy....!!!"

"Kenapa Semmy?", tanya Wisnu bingung.

"Semyy luka berat nek!!" Dia masih terengah-engah menjelaskan.

"Eyke temen Semmy cyin... Eyke tau yey.. tadi Semmy cerita kalau yey ada disindang. Itu pesen diana sebelum diana nemuin si lekong sekong Setya itu di belakang gedung sana bok..."

"Mana Semmy sekarang??" Wisnu panik. sedangkan aku bingung. Siapa lagi Semmy? Apa hubungan Semmy dengan Wisnu?

"Masih disana, lagi nunggu bantuan....capcuss cyinn yukkk...! Cuuusss...!"


**
"Semmy! Semmy!"

"Hhhh...Nu... Mana... Dinda..." Semmy menjawab lirih saat mengetahui keberadaanku.

"Ya.. ya.. Sem.. ini aku Dinda..."

"Hhh... ka...kamu can..tik Dinda..."

Dinda mematung mendengar perkataan Semmy. Sementara aku masih memegangi kepala Semmy.Kurasa tusukan ini tepat mengenai sasaran dan menghabiskan banyak darah.

"Hhh...Din..da.. Percaya.. Wis..nu. Set..yaa bu..kan laki-la..ki ba..ik "

***
 Saturday, January 16, 2010 at 11:17am

Monday, January 18, 2010

#9- Hamil?



Lagi-lagi 1 panggilan tak terjawab di handphoneku. Nama Wisnu tertera disana. Aku masih tak mau menjawabnya. Aku masih tak bisa memahami keinginanku sendiri.

Tuhan!
Aku ingin berteriak! Setiap hariku hanya seperti mengulang adegan yang sama. Memandangi undangan yang sudah tercetak dan tersusun rapi di sudut meja. Namaku dan nama Setya sudah terukir disana. Aku memang tak pernah sudi akan bersanding dengannya. Hanya menuruti perintah Ayah yang sangat diktaktor.

Masih ingat malam itu, bahkan aku masih ingin mencoba bermain-main hati mencoba mengenal laki-laki lain. Ya, Wisnu yang direkomendasikan Wince, yang ternyata adalah orang yang sama. Wince sangat menemaniku. Sangat mengerti aku. Disela-sela perawatan yang kulakukan di salon selalu ada cerita dan curahan hatiku padanya. Ya, dia adalah Wisnu.

Ya malam itu, diri ini bimbang saat Wisnu tiba-tiba melamarku. Ia tak main-main. Sorot matanya mengatakan itu. Aku berharap punya pilihan tapi aku tak siap mendengar permohonan itu dari seorang yang dihari sebelumnya masih kulihat dengan rambut palsu dan payudara palsunya!

Tapi aku hanya butuh sehari untuk bimbang saat itu. Menemui Setya dan meminta maaf adalah jawaban dan keyakinan. Aku menghela nafas. Teringat beberapa malam yang lalu , aku dijebak. Manisnya perkataan dan perlakuannya yang telah membuatku kembali simpati dihitamkan dengan ulahnya. Keangkuhanku terhadap Setya runtuh seketika saat aku sudah didominasi olehnya. Ya aku memasrahkan diri saat hati ini terombang-ambing bimbang.

Air mataku kembali bergulir. Aku tak punya pilihankah saat ini? Tapi wajah Wisnulah yang selalu mengusik malam-malamku. Bahkan setiap detik waktu berlalu aku risau, karena aku belum menemuinya. Aku belum memberi respon atas lamarannya. Aku tak tahu kabarnya nyaris seminggu ini.

Dddrttt drrrtt
Nda, besok uruslah sendiri semua persiapan pernikahan kita. Aku sedang sakit.

Kutekan panggilan keluar dengan segera, terdengar nada panggil dan tak lama suara Setya terdengar, lirih.
"Ya.."
"Sakit apa kamu Ya?"
"Ah, aku hanya sedikit luka. Memar juga."
"Ha?Kamu kenapa?"
"Aku diserang. Ah sudahlah. Besok jangan menghubungiku, selesaikan urusan pernikahan kita sendiri."
"Tapi Ya... Gimana ceritanya? Kamu baik-baik saja?"
"Sudahlah!" ia membentak dan tak lagi kudengar apa- apa dari seberang hanya suara nada panggilan yang terputus.

*

Aku menunggu di ruang tunggu ini sendiri. Dinding putih disekelilingku ini sangat angkuh , dingin, sangat tak bersahabat. Disana ada seorang wanita muda sedang hamil bersama ibunya. Disisi lain seorang wanita hamil besar bersama suaminya. Butuh nyali untuk duduk disini.

Aku? Ya aku sendiri. Setya sedang sakit tak bisa menemaniku. Aku menyingkirkan kebosananku dengan membaca majalah. Sedikit tak berselera kubolak-balik majalah ini. Disini hanya ada majalah mengenai kehamilan, keluarga, mendidik anak. Kututup kesal majalah ini.

Aku tak punya pilihan lain, datang untuk memeriksakan diri, seorang diri. Aku menderita, sangat menderita. Pikiranku masih melayang-layang pada Setya. Nasibnya yang kesakitan. Entah apa yang terjadi padanya.

Lalu, Wisnu. Hufff... aku masih memikirkan dia. Sangat memikirkan dia. Kenapa pikiran aku dipenuhi dengan bayangan wajahnya? Semua cerita-cerita lucu kami selama di salon. Aku sedih. seidh berada di titik dilema seperti ini.

Aku harus menikah, itu kata orang-orang disekelilingku. Tapi apa harus dengan dijodohkan? Tidak bisakah aku mencari sendiri? Aku masih tak bisa memahami perasaan sendiri.

"Permata Dinda!" Namaku sudah dipanggil.

Dokter tak berlama-lama lalu mempersilahkan aku berbaring untuk diperiksa.
“Kita coba USG ya mbak”
“Baik Dok..”
Ini kali kedua aku melakukan USG. Aku hanya memastikan kali ini. Aku berbaring dan suster menyiapkan alat USG disampingku. Dokter datang dan mulai memeriksaku. Tidak ada rasa sakit bila hanya USG. Hanya kau butuh penglihatan dan pemahaman lebih cerdas untuk bisa membaca layar seperti dokter.

Dokter tidak banyak berkata apa-apa selama menggerakkan alat USG diseputaran perut bgaian bawahku. Suster datang kembali, membantu aku membersihkan sisa gel di perutku dan merapikan semua peralatan USG ke posisi semula.


“Jadi Dok?”
Dokter menuliskan sesuatu pada lembaran resep masih tak merespon pertanyaanku. Yap dia telah selesai.
“Jadi dok?” aku mengulangi pertanyaanku.
“Sama siapa kemari?”
Mengapa dia malah balik bertanya?
“Sendiri ,dok”
“Punya pacar?”
Aku mengangguk
“Segeralah menikah”
Jawaban yang cukup menohokku. Selama ini aku hanya membaca dari buku atau internet, dan sedikit tertekan. Kali ini aku mendengar solusi ini langsung dari seorang dokter.


“Obatnya hanya hamil dan punya anak, itu yang bisa menyembuhkan endometriosis anda”

***
Fri 15 Jan 2010 at 5:13pm
GaL

Sunday, January 17, 2010

#8- Dua Pesan Singkat




"Halo." suara wisnu terdengar berat di seberang sana, aku sudah mulai terbiasa tak mendengar nada centil lagi dari dia.
"Haiii Wisnuuuu..."
"Eh, Sem... "
"Apa kabar yey?" tanyaku
"Baik."
"Sutra ada kabar dari diana belom?"
"Belom." jawabnya singkat dan terdengar frustasi.
"Sabar ye cin... Nanda juga bakal jelas sapose sebenernya yang bences, cuih! Setya lekong sekong!"
"Iya Sem, thanks. Doain aje." Wisnu tertawa renyah.
"Yasut ya cyin akika mawar ngelayani organ dulu niyy..uda ngantri bok. Deee nekk"
"dee..."

Kututup teleponku. Perasaan ini semakin membuncah rasanya ingin menjambak Setya lekong sekong itu! Enak saja dia bermain-main denganku sementara sudah ada perempuan yang jelas-jelas akan dinikahinya. Sangat tak rela bila ingat berapa banyak materi yang aku relakan saat menghabiskan waktu bersamanya. Setya emang sekong!!!!

Aku masih menggenggam erat handphoneku. Terus merenung. Wisnu datang di saat yang tepat. Aku bangga atas sikap Wisnu. Aku harus membantu Wisnu. Ya, aku harus membantu Wisnu. Biarkan Wisnu berurusan dengan Dinda dan menjelaskannya, Setya adalah jatah gue!

"Semmmonggg!!!"
Panggilan temanku mengagetkanku.
"Iyee nekkkk..."
"Cusss cin... ada yang mo krembi tuhhhh..."
"Iye..."
Aku bergegas meninggalkan handphoneku menuju pelangganku.

*
"Nih bok, eyke kirim sms ke Setya, lihat deh."
Aku menunjukkan kotak keluar dari handphoneku.

Gimana luka lo,Banci? Banci yang malang. Kalo lo masih mau dipanggil laki-laki, temuin gue jam 9 malam di belakang gedung klub lo biasa nongkrong! Sendiri! cu, banci!

"Bisa banget lo, banci lawan banci donk Cin." Wisnu berkelakar.
"Biar Setya diabisin banci-banci yang sekong hatinya gara-gara ulahnya. Akika bukan satu-satunya ye cin. Banyak bener bibir-bibir banci yang ude diana cumi! jijay markijay deh! Hih!"

Wisnu tertawa . Tanganku masih sakit. Meski hanya mendaratkan dua pukulan pada badan Setya tapi tangan cantikku ini tetap tak menerima begitu saja.

"Ouchhh kuku eyke ancur Nu!!"
"Lagian elo nekad juga."
"Tapi akika yakin kok Nu, desse nggak liat eyke. Taman parkir itu gelep cyin! Dan diana tinta siap bok! Ihhhh eyke seneng banget, eyke bisa ninju desse!!! Padahal tadinya eyke mo jambak-jambak rambutnya Nu!!"
"Dasar benconggg! Pukulan lo ude bagus tuh! Make acara mo ngejambak pula... Bisa aja lo Sem!" Wisnu tertawa.

Kuseruput secangkir kopi di hadapanku dan meneruskan ceritaku.
"Abis eyke kesel! Tinta tau juga lah nek, akika bisa berani juga mukul diana. Hihihihihi..."
"Cukup jantan Sem..."
"Ih gilingan ye... gini-gini kan eyke sadar pernah jadi laki bok!"
"Masih laki juga kale!!" timpalnya.
Aku tertawa, tanganku mengetik pesan singkat.

Wisnu bersuara "Dinda semakin mendekati hari pernikahannya. Aku belum juga medapat kabar dari dia Sem."
Aku hentikan aktifitasku mengetik sms. "Tuhan itu tinta pernah tidur Nu. Percaya deh. Sekarang yey kudu fokus ma Dinda. Setya biar urusan eyke. Oke?"
Sejenak kami berdiam. Hanya suara keypad handphoneku yang mengisi kesunyian kami.

Handphone Wisnu berbunyi. Wisnu membaca tulisan di layar telepon genggamnya. Aku memperhatikan mimik Wisnu yang berubah, senang yang tanggung. iya senang tapi tertahan.

"Sem! Dinda!!! Ini Dinda yang mengirim sms!"
Ditunjukkannya padaku pesan singkat di kotak masuknya.

Dinda
Nu, maafkan aku baru membalas smsmu. Ini tidak gampang bagiku. Kapan kita bertemu? Aku juga harus bertemu denganmu.


***

 Thu at 12:03pm

Friday, January 15, 2010

#7- Luka Untuk Banci


"Maafin aku. Aku perlu waktu sendiri kemarin."
Aku tak menjawab hanya tersenyum sambil menghembuskan asap rokokku. Aku berlalu menuju pantry dan membuatkan segelas sirup merah untuknya.

Ini kesempatanku untuk memanfaatkan kelemahannya. Kala dia merasa bersalah karena sempat mengabaikanku seharian kemarin. Apa yang terjadi sebenarnya aku tak peduli. Persetan dia berhari-hari tak menghubungiku , toh aku hanya menjadikan perjodohanku ini untuk bersembunyi .

Kali ini dia akan tunduk padaku. Setelah proses perkenalan singkat dan prosesi perjodohan ini angin-anginan ia jalani, bahkan terkesan menghindariku. Cukup! Aku cukup seolah-olah mengejar-ngejar perempuan tak tahu malu ini. Aku sudah muak bermanis-manis di depannya demi perjodohan keparat ini.

"Aku benar-benar minta maaf, Setya. Aku mungkin terkesan mengabaikanmu selama ini. Maaf." terdengar suaranya bergema di ruang tengah apartemenku.

Suara dentingan logam yang berbentur dengan sisi gelas menggema di ruangan. Kuaduk rata serbuk putih yang kularutkan dalam segelas sirup merah ini. Ini akan mengakhiri sandiwara babak satuku. Dinda harus lemah dihadapanku!

"Jadwal fitting dan tetek bengek persiapan pernikahan kita masih bisa diatur. Kamu jangan khawatir Dinda. Kita masih banyak waktu." Aku bersuara manis dari dalam pantry.

Ya, masih banyak waktu untuk mematangkan semua rencanaku. Aku terkekeh dalam hati. Kuangkat dua gelas sirup ini menuju kembali keruang tengah.

"Minumlah Dinda" kuserahkan gelas tadi padanya.
Dinda tersenyum menerima dan menegaknya. Dia mengusap pipinya yang sempat dibasahi oleh air mata. Kurasa dia mulai merasa bersalah. Ada apa sebenarnya? Mengapa dia tiba-tiba merasa bersalah? Ah tak penting. Yang penting malam ini, Dinda akan jadi milikku. Akupun mengangkat gelasku .

"Ini sudah malam, sehabis ini aku antar kamu pulang ya."
Dinda tak menjawab, hanya diam. Matanya terpejam sejenak. Lalu terbuka lagi.
"Besok kita atur jadwalnya lagi Dinda." Aku bersuara lagi, dia nampak memegangi kepalanya.
"Aku akan jemput kamu besok lalu kita akan fitting baju kita..." Aku mendekat memeganginya.
"..Ya..sekitar siang ya Nda?Lalu..." Dinda nampak menahan sakit dan akhirnya terkulai di dekapku. aku tak menuntaskan kalimatku. Aku tersenyum memandangi wajahnya yang pucat.

*

"Owhc!!"
Pikiranku yang baru saja melayang ke peristiwa awal aku menjebak Dinda terbuyarkan dengan satu pukulan dari belakang.

AKu tersungkur. Kepalaku terasa berputar, pandanganku berbayang.

"Berdiri lo!"
Aku mencoba berdiri namun ulu hatiku kembali dihantam kepalan keras.

Aku ambruk lagi. Pandanganku tak dapat melihat dengan jelas siapa gerangan empunya suara yang menantangku.
"Berdiri lo banci!! Berdiri!"

Sekali lagi kucoba berdiri sambil mengusap pelipisku yang telah berdarah. Tapi orang dihadapanku tak memberiku kesempatan. Tengkukku dipukul benda keras dan aku tersungkur.

"Laki-laki banci hanya bisa menyakiti hati perempuan! Banci lo!"
Suara yang aku dengar sayup-sayup lalu aku tak mendengar apapun.

Lalu semua menjadi gelap.

*
Setya, gimana luka memarnya? Aku kesana sebentar lagi, aku masih baru melunasi souvenir resepsi. Oya, Aku bawa sesuatu untukmu.CU

Kubaca pesan singkat dari Dinda. Kuletakkan handphoneku malas. Aku tak berharap dia datang atau membawakanku buah, bunga atau apapun. Peduli setan! Douh.. Pelipisku masih memar, punggung ini rasanya seperti patah.

Ini hari keduaku terbaring lemah di atas kasur. Rasa penasaranku belum terjawab. Siapa orang yang menyerangku tempo hari. Aku tak siap sama sekali. Otakku terus berpikir keras. Dua hari ini aku tak tidur dengan tenang. Keparat!! Siapa orang yang berkali-kali meneriakkan kata banci itu!


Drrrttt drtttt
1 Message Received

Aaarrghhh ini pasti perempuan tidak penting itu. Apalagi yang mau dia sampaiakan sebelum datang kemari?!!

Kubaca pesan singkat yang masuk ke handphoneku. Anjrit!

Gimana luka lo,Banci? Banci yang malang. Kalo lo masih mau dipanggil laki-laki, temuin gue jam 9 malam di belakang gedung klub lo biasa nongkrong! Sendiri! cu, banci! 

***

Wed, 13 Jan 2010 at 6:20pm
GaL

Thursday, January 14, 2010

#6- Tiduri Aku , Laki-laki Banci!


vi.sualize.us

Nda, ijinkan aku ketemu. Banyak hal penting yang harus aku ceritakan. Hubungi aku segera ya. Aku mengkhawatirkanmu. Wisnu

Setelah mencoba menghubungiku dan mengirimiku sms beberapa hari ini, pesan singkat inilah yang terbaru kubaca.

Kuhela nafas. Maaf Wisnu, aku sudah menetapkan hatiku untuk menjalani perjodohanku dengan Setya. Cuma butuh sehari untuk menyendiri, sejak Wisnu memberanikan diri mengutarkan isi hatinya. Lalu aku menemui Setya keesokan harinya.

*
"Minumlah Dinda."
Aku menerima segelas air sirup dingin yang disodorkannya padaku. Malam ini aku memberanikan diri datang pada Setya, hanya untuk meminta maaf hari kemarin aku mendiamkan semua sms dan teleponnya. Padahal hari kemarin banyak agenda penting menuju pernikahan kami. Tapi, aku belum cukup berani untuk menceritakan kejadian Wisnu. Biar itu aku simpan sendiri.

Aku sudah lega telah meminta maaf, dan sangat tenang karena Setya sangat berbesar hati dan tidak mempermasalahkan itu. Dia mengatakan bahwa jadwal fitting baju pernikahan dapat direschedule minggu depan. aku semakin yakin menikah dengan Setya bukan sekedar alasan perjodohan. Aku mulai mengaguminya sekarang.

Aku menegak segelas sirup ini. Meletakkan gelasnya kembali ke meja. Apartemen Setya ini kelak akan menjadi tempat tinggal kami. Ini kali pertama aku mendatangi Setya ke apartemen. Aku luluh dari rasa angkuhku selama ini. Yang tak pernah merasa ikhlas menjalani perjodohan ini.

Kepalaku terasa berat. Ada apa denganku? Setya mendekatiku, bersuara tapi aku tak mendengarnya. Bahkan wajahnya nampak berbayang di pandanganku. Berbayang lalu gelap.


Gelap


Kupicingkan mataku, silau matahari menghajar kelopak mataku yang baru terbuka sedikit. Dimana aku? Aku perlahan mencoba membuka lebar mataku dan bangkit mencoba duduk.
"Damn!"
Aku baru menyadari aku tak berbusana disamping Setya yang masih tertidur dengan pulas. Aku menangis, meraung, meratapi diri. Apa yang terjadi?!

**
Tanganku masih memegang handphone dengan tampilan pesan singkat dari Wisnu. Aku masih memikirkannya. Sekali lagi kuhela nafas panjang dan meletakkannya di meja. Meja yang sama tempat beberapa malam yang lalu aku meletakkan gelas yang akhirnya membuatku tak sadar diri.

Setya memang bejat! Tapi aku sudah kadung menetapkan hatiku untuknya. Dia sudah membuatku tak bisa bermain-main dengan hati kepada orang lain. Dia telah merebut mahkotaku. Aku merasa sudah tak bernilai, dan sangat pasrah untuk menghadapi pernikahanku dengannya. Aku tak pantas untuk siapapun termasuk Wisnu, aku hanya pantas untuk Setya lelaki dengan mental banci ini.

Aku berjalan mendekati Setya yang sedang berdiri memandang luar dari jendela yang tertutup vitarase. Cahaya kota cukup jelas menembus korden tipis itu. Aku berada tepat dibelakangnya.

"Setya," panggilku.
"Ya."
Aku diam sejenak. Aku merasa sangat kotor saat ini. Hanya pada Setya aku merasa suci. Aku ragu, tapi aku harus. aku tak dapat berpikir lebih logis dari apa yang kupikirkan sekarang.
"Tiduri aku."
Setya berbalik menghadapku. Tak mengucapkan sepatah kata, lalu ia berlalu berjalan ke belakanganku seolah meninggalkanku

Aku masih mematung, menghadap jendela yang tadi tertutupi oleh badannya. Sekarang aku menunduk. Aku yang nista meminta, dia tak menjawab bahkan berlalu. Hati ini sudah tak berbentuk. Aku mungkin hanya boneka pelengkap hidupnya.

"Aw..!" aku menjerit tertahan saat badanku terdorong lurus kedepan menabrak jendela. Setya dibelakangku, memegang panggulku, mendorongku, menghimpitku dan mulai mengecupku dari belakang.

Aku diam. Mataku terpejam. Bayangan Wisnu yang muncul dari dalam pekat sana. Ya, Wisnu yang ada di otakku.

Setya melucuti pakaianku dengan cepat. Aku masih tertahan menghadap jendela, dan diam. Setya seolah-olah menggambari badanku dengan kecupannya. Menarik garis vertikal selaras dengan tulang punggungku dan berhenti di tengkuk dengan satu gerakan pelan.

Aku mengeluh saat ia menghentikan garisnya dan menegaskannya dengan kecupan tepat di tengkukku. Disibaknya rambut panjangku yang menutupi leherku, dengan cepat tangannya membalikan badanku dan menarikku lalu menghempaskanku ke hamparan putihnya tempat menjemput mimpi.

Aku tertelungkup di atas sprei nan putih bersih ini. Setya belum selesai, dia baru akan memulai. Melukis hasratnya di badanku, melalui sapuan, belaian, hingga kecupan. Dia membuat detail disetiap inchi raga ini. Dan aku hanya diam pasrah. Mencoba menyatu tapi aku tak mampu. Bayangan wisnu jelas disana saat mata ini terpejam mencoba mengikuti alur yang Setya ,mainkan.

Sesekali aliran darah ini terasa cepat menyebar keseluruh tubuhku kala Setya mempertemukan titik demi titik menjadi garis yang malang melintang menyelimutiku. Aku tak berbicara, hanya mendesah kala Setya berhasil memberi tanda di setiap titik sensitifku. Tapi tetap hanya Wisnu yang ada di kepalaku. Aku tak berhasil menyingkirkan bayangannya meskipun sekarang aku dibawah kendali Setya.

Setya masih mengukur badanku dengan usapan tangannya yang tak jua berujung. Terus menyapuku. Aku hanya diam, tak sedikitpun aku menyentuhnya. Ini yang aku inginkan. Aku menjadi bonekanya. Dia menguasai malam ini. Karena aku sudah tak merasa berarti. Pernikahan akan kujalani, dan dia sudah mencuri start untuk memulai ini semua. Aku tak mau memusingkan Wisnu lagi, aku memilih untuk dibawah Setya. Namun sepanjang malam ini bayangan Wisnu tak bisa pudar.

Raga ini terjamahi oleh Setya. Rapi, detail dan penuh sensasi, aku terbawa suasana, namun tak sepenuhnya disana, tak menikmati. Setya menyudahi, dan aku masih membisu. Apa aku salah membuat keputusan? Aku masih tergeletak lemah disini. Aku kembali teringat apa yang diungkapkan Wisnu malam itu.

Aku, ya, Aku hanya seorang Wisnu, dan kamu sudah mengenalku sebagai Wince selama ini. Orang mengatakan aku banci. Tapi untuk urusan hati kali ini, aku tetap laki-laki.

*** Mon at 12:22pm
GaL

#5- Laki-laki Sekong

gettyimages
gettyimages

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, Cobalah beberapa saat lagi

Kumatikan panggilan keluar dari handphoneku. Ini sudah memasuki hari keempat dan sudah kesekian kali dalam hari ini aku coba menghubunginya. Ya, nyaris genap seminggu dari hari aku melamarnya. Tapi rupanya Dinda masih ingin sendiri.

Sedikit frustasi kuletakkan handphoneku diatas meja kerja ini. Aku sekarang fokus dengan usahaku sendiri. Tak lagi menjadi capster di salon yang biasa dikunjunginya satu bulan terakhir. Hari dimana aku melamarnya, aku resmi berhenti bekerja di salon itu. Seiring dengan keuptusanku untuk kembali menjadi Wisnu menanggalkan nama Wince yang sudah nyaris 5 tahun aku sandang.

Aku sudah siap memulai babak baru hidupku dengan usaha butik ini. Meski baru jalan 3 hari pesanan baju sudah berdatangan. Mereka adalah pelangganku saat bekerja di salon.

Dinda belum tahu usaha terbaruku ini, dia belum mendengar penjelasanku soal Wince dan Wisnu. Dia belum tahu apa yang terjadi. dia tak tahu apapun fakta yang sedang mengelilinginya sekarang. Yang dia tahu hanya Wince is Wisnu, Wisnu is Wince, Titik. Dan Setya adalah calon suaminya, titik. Dan dia dijodohkan, titik.

Aku harus menemuinya segera. Aku harus menyelamatkannya dari Setya, Laki-laki yang lebih pantas dipanggil banci karena kemunafikannya! Laki-laki yang melukai perasaan sahabatku, dan juga akan melukai Dinda,pasangan jiwaku. Aku tak bisa membiarkan Dinda teraniaya nantinya oleh laki-laki banci itu!

Aku mencoba melakukan panggilan lagi ke nomer Dinda. Namun lagi-lagi jawaban yang sama yang aku terima. Semua pesan singkatku juga dalam posisi pending, bahkan failed. Nomor dia tidak aktif. Aku masih geram, teringat kejadian beberapa malam yang lalu.

*
Ting…tong..
Kutekan bel rumah kontrakan Semmy. Aku menyegerakan diri datang untuknya setelah menerima pesan singkatnya yang mengatakan bahwa Setya akan meninggalkannya.
Pintu terbuka.
“Wi..wince??” Semmy terbata-bata menyambutku.
Matanya terbelalak melihatku yang masih terdiam didepan pintu. Matanya menjelajahiku dari ujung kaki ke ujung kepala kembali ke ujung kaki. Semmy belum tahu apa-apa soal ketiadaan Wince.
“Panggil aku Wisnu , Sem. Boleh aku masuk?”
Semmy hanya terbengong-bengong namun tangannya mendorong pintu agar lebih lebar terbuka untuk mempersilahkan aku masuk.

*
“Begitulah ceritanya, makanya gue datang untuk ceritain semua ke elo Sem. Bantu aku juga untuk Dinda. Aku tak ingin Setya memperlakukan dia seenaknya dibalik kedok perjodohan, Sem.”
Aku menutup ceritaku tentang keputusanku, Dinda, dan soal Setya. Setelah Semmy sebelumnya sudah menuangkan semua isi hatinya soal Setya.

Lalu kami berdiam sesaat sambil terduduk di ruang tengah ini. Mata Semmy masih sembab ia memandangiku tak percaya. Dia mencoba mengatur nafasnya. Aku tahu ini kenyataan berat dan rumit. bukan hanya untuk dia, tapi untukku juga.
“Ce…”
“Wisnu, Sem. Panggil gue Wisnu.”
“Sory.. “
“Thanks.”
“Nu…akika pasti bantu yey. Akika tinta tau kalo diana mawar kawilarang bok. Apalagi kalo perenya ternyata ude deket ma yey dan yang ngebuat yey punya keputusan berani begindang. Dasar Setya! Lekong jadi-jadian juga! Sekong eyke, sekongggg!”
Aku tersenyum, Semmy marah tapi tetap menggunakan bahasa khasnya.
“Gue sementara belum bisa hubungi dia, si Dinda. Dia butuh waktu kali ya. Kalau sudah bisa kontak, gue hubungi lo buat nemenin gue nemuin diana ya.”
“Yuk cinn… pasti akika bantu!”

**
Suara dering telpon membuyarkan lamunanku.
“Halo.”
“Haiii Wisnuuuu…”
“Eh, Sem… “
“Apa kabar yey?”
“Baik.”
“Sutra ada kabar dari diana belom?”
“Belom.”
“Sabar ye cin… Nanda juga bakal jelas sapose sebenernya yang bences, cuih! Setya lekong sekong!”
Aku tertawa. “Iya Sem, thanks. Doain aje.”
“Yasut ya cyin akika mawar neglayani organ dulu niyy..uda ngantri bok. Deee nekk”
“dee…”
Semmy selalu menghubungiku menanyakan perkembangan Dinda. Masih duduk di meja kerjaku, diluar sana pelangganku sedang fitting baju ditemani asistenku. Aku belum bisa berkonsentrasi melayani pelangganku. Kubiarkan asistenku yang menghandle semua. Aku mencoba menghubungi lagi nomor Dinda.

Tuuutt… tuuut….

Kali ini terdengar nada sambung. aku panik, senang, entahlah campur aduk. Dan mempersiapkan kalimat apa yang akan kuucapkan. Nada sambung terhenti, bukan diangkat melainkan mati. Dinda belum sudi menjawab teleponku barangkali.

Laporan pesan terkirim masuk bertubi-tubi ke inboxku. Ya aku mengirmkan pesan singkat saja. Dinda pasti membacanya.

Nda, ijinkan aku ketemu. Banyak hal penting yang harus aku ceritakan. Hubungi aku segera ya. Aku mengkhawatirkanmu. Wisnu
***
10 January 2010 || 2:15pm
GaL

Sunday, January 10, 2010

#4- Tersakiti Oleh Laki-laki, Lagi.



Aku tersenyum menatapnya. Matanya begitu tajam menjelajahi jiwaku. Itu yang membuatnya berhasil meraihku di setiap malam. Menerbangkanku menggapai kenikmatan. Seperti malam ini. Aku baru saja kembali mendarat ke bumi setelah terbang bersamanya ke langit dalam angan. Malam ini sangat istimewa, dia memanjakanku, sangat memanjakanku. Sehingga aku pasrah pada permainan malam ini. Pasrah.

Seperti yang sudah-sudah, pertemuanku dengannya selalu diakhiri di ranjang hingga pagi datang. Ini baru tengah malam. Masing-masing kami sedang mengatur nafas. Bila tadi aku cukup dimanjakan olehnya, menjelang dini hari ini aku akan membuatnya bertekuk lagi dihadapanku.

Aku masih tersenyum, kali ini menatap langit-langit kamar kontrakanku. Langit-langit ruangan yang menjadi saksi bisu, langit-langit yang selalu aku tembus bersamanya untuk mencapai langit yang lebih tinggi setiap malam.

"Sem." Tiba-tiba dia bersuara.
"Ya", jawabku.
Kudengar suara pematik korek dinyalakan. Dan tak lama aroma nikotin yang dibakar memenuhi ruangan ini. Ada jeda, dia tak meneruskan kalimatnya.

Aku masih menatap langit-langit kamar. Kudengar suara resleting yang ditutup dan denting gasper sabuk yang sedang dikenakan. Aku bangun dari tidurku dan terduduk memandangnya yang sudah berdiri di sudut ruangan.
"Mau kemana?" tanyaku panik.

Dia hanya diam. Terus mengenakan pakaiannya yang tadi aku tanggalkan satu persatu dari tubuhnya di sudut ruang ini.
"Kamu mau kemana, Ya?" tanyaku lagi.

Dia masih tak menjawab dan menghembuskan asap rokoknya. Pikiranku kalut. Setya tak pernah seperti ini. Kuambil Lingerie merahku dan segera mengenakannya. Dia kini terduduk di kursi menatap langit dari pinggir jendela.

Ku ambil rokok yang tengah dihisapnya, kumatikan. Aku memasuki wilayahnya, duduk di pangkuannya dan siap menggodanya dengan kecupan. Setya membalas kecupanku, dingin. Aku mematung, menatapnya ragu. Tak lagi kutemukan sorot mata yang biasanya disana.

Bila cermin disamping kami itu bisa berbicara, dia pasti mengatakan 'Ayo Semmy, kecup dia lagi. Kamu sangat seksi berada dipangkuannya! Lingerie merahmu sangat menggoda. Sibak rambut panjangmu, biarkan belahan payudara palsumu itu menantangnya Semy!'

"Aku akan menikah."
Dia berkata singkat. Aku terkejut dan berdiri dari pangkuannya, berjalan mundur hingga terduduk ditepi tempat tidur.

Ketakutanku kini nyata. Aku tak akan pernah bisa mencintai laki-laki hingga akhir hayat. Selalu cinta ini dikhianati. Aku selalu tersakiti dengan cara seperti ini. Raga ini sama dengannya, laki-laki. Tapi jiwa ini lebih sensitif dari wanita.

"Aku harus pergi."
Dia berdiri, mengambil kunci mobilnya dan berlalu dari hadapanku.

Aku menangis. Pikiranku hanya tertuju pada satu nama, Wince. Meski sudah sebulan lebih aku melupakan sahabtku ini karena kehadiran Setya, disaat seperti ini aku tetap butuh supportnya.

Ku kirimkan pesan singkat padanya.
Bok, hancur hati gue! Lekong gue mau nikah ma perempewi beneran. Gue disia-sia, setelah dia menikmati hari-harinya ma gue, melampiaskan nafsunye ke gue! Laki-laki sialan! Kesel gue kesel!

**
Ting tong...
Aku menghapus airmataku yang sudah membasahi bantal di pelukanku. Aku bergegas menuju pintu depan. Tanganku masih menggenggam handphone dengan tampilan balasan pesan singkatnya tadi.

Wince .aka. Wisnu
Aku kesana sekarang.

Meski lama merespon tapi jawabannya melalui sms melegakanku. Dan ini pasti Wince yang datang.

Kubuka pintu
"Wi..wince??" aku terbata-bata.
Aku terbelalak melihat sosok didepan pintu. Wince tak lagi mengenakan sumpalan untuk membentuk payudara dan bra atau makeup maupun rambut palsu panjangnya.

***
GaL
9 January 2010
 12:49pm

Saturday, January 09, 2010

#3- Laki-laki Bermuka Dua itu Banci!

thumbs.dreamstime.com

Kuhisap rokokku, dan kuhembuskan membiarkan kepulan asapnya melayang bersama pikiranku. Kotak rokok dihadapanku sudah kosong, ini rokok terakhirku. Malam ini rasanya semakin sunyi. Semakin aku tak bisa memaknai.

Masih terngiang-ngiang suaranya yang dengan histeris “Wince is Wisnu, Wisnu is Wince?!”. Malam ini aku menggoreskan kekecewaan nampaknya. Padahal hari-hari sebelumnya semua terasa indah, meski aku dikenal sebagai Wince ketika berada di sampingnya.

Keputusan aku sudah bulat. Berhari-hari sejak berkenaan dengannya membuatku terpuruk. Ya terpuruk dan menyadari ketiadaanku sebagai hambaNya. Malam-malamku tidak hanya diresahkan bayangannya, perempuan cantik yang sedang menghitung hari menuju pernikahannya, melainkan juga dengan suara hatiku. Aku mencoba mendengar dan memahami kata hatiku. Aku menghabiskan malamku di atas sajadahku yang sudah lama tak kugunakan. Aku sadari, aku harus menetapkan hatiku. Untuk kembali menjadi laki-laki dan meminangnya.

Kuhembuskan lagi asap dari rokokku. Malam ini, aku semakin terbebani dengan reaksinya tadi. . Ini resiko aku. Aku harus bisa memahami dia. Bukan keputusan mudah untuk menjawab permohonanku tadi.

Kuambil handphoneku dan memanggil satu nomor. Aku hanya ingin menenangkannya. Kutunggu sampai dia mengangkat. Tapi hingga nada sambung terhenti berkali-kali aku tak mendengar suaranya menjawab teleponku. Aku frustasi, kuletakkan kembali handphoneku. Dia butuh waktu. Pasti dia masih ingin sendiri.

Aku bukan ingin jadi pahlawan kesiangan. Tapi aku berharap ada di waktu yang tepat untuk melamarnya. Ceritanya tentang perjodohan membuat aku semakin tersentuh dan dia membukakkan mata hatiku untuk kembali menyadari kelaki-lakianku. Tidak lagi terjebak dalam raga dan penampilan banci.

Rokokku sudah habis. Kumatikan api di putung rokok ini di atas asbak. Kutekan-tekan dengan kesal. Ya, aku ingin dia bahagia denganku, bukan dengan Setya. Pria yang diagung-agungkan keluarganya dan memaksakan hati mereka bersatu dalam ikatan pernikahan. Shit! Seorang Setya! Tak lebih dari seorang pecundang. Dia yang banci bukan aku! Otakku kembali teringat percakapanku dengannya di pertemuan ketiga kami.

*
“Namanya Setya , Ce.”
“Oww… macho pasti, hihihihi..” aku sedikit tercekat mendengar nama Setya, tapi aku berusaha bernada netral.
“Bisa aja lo..”
“Namanya ajahh ude keren cyinnn”
“Tapi…” dia ragu meneruskan kalimatnya.
“Ih, apanya yang tapi?”
“Gue dijodohin ma dia, Ce.”
“Astaga naga bonar jadi duaaaaaaaaaaaaaaaa!!!” aku benar-benar terkejut kesekian kali.
“Paan sih Ce…”
“Lo bilang apa tadi? dijodohin? di J-O-D-O-H hin?!!” aku histeris.
“Iya.”
“Lo sebenernya nggak suka gitchu ma diana?” tanyaku berhati-hati.
Dia menggeleng lemah lalu diam.
Aku tak bersuara juga dan tanganku meneruskan proses creambath dengan memijat bahunya. Pikiranku tidak tenang. Satu, mendengar nama Setya. Dua, dia dijodohkan dengan Setya!

*
"Makasih ya Ce...."
"Iya Dee nekkk..."
Dia berlalu dari depan pintu salon bersama lelaki calon suaminya, Setya. Baru kali ini Setya datang menjemputnya, dikali ketiga dia datang untuk perawatan jelang pernikahan kesalon ini. Tak salah, Setya adalah orang yang kukenal dari temanku, Semmy.

*
Aku geram mengingat pertemuanku dengan Setya meski sekilas. Kuremas kotak rokokku, kesal. Malam ini masih sunyi dan aku masih memikirkannya yang tak menjawab teleponku.

Drrttt drrttt....
Handphoneku bergetar, memecah pikiran kalutku.

1 Message received
Semmy-Syamsul
Bok, hancur hati gue! Lekong gue mau nikah ma perempewi beneran. Gue disia-sia, setelah dia menikmati hari-harinya ma gue, melampiaskan nafsunye ke gue! Laki-laki sialan! Kesel gue kesel!

Kubanting handphoneku. Setya memang tak berhak menikahi Dinda! Tidak! Setya, laki-laki banci! Bermuka dua! Dinda tak boleh bersanding dengan Setya!

***
11:29am 8 January 2010

Friday, January 08, 2010

#2 - Dia Banci, Aku Lebih Banci!


Aku mengirimkan pesan singkat ke Wince yang telah mengatur pertemuan aku dengan Wisnu malam ini. Kurapikan rambut yang tergerai ini dengan menyibaknya kebelakang. Aku senang malam ini. Sangat senang. Wisnu banyak bercerita, dan aku sangat nyaman bercerita dengannya.

Wisnu nampak membaca pesan singkat yang masuk ke handphonenya. Aku tak begitu ambil pusing, aku sibuk menata rambut ini yang sedari tadi tertiup angin. Dia nampak terburu-buru menyelesaikan suapan terakhirnya.

“Aku nggak nyangka Wince baik banget mau bantu kamu buat ngenalin ke aku!”, AKu membuka pembicaraan setelah dia menyimpan handphonenya kedalam saku.
“Hahahah…Iya, dapat salam dari Wince.” jawabnya singkat.
“Hahahah..aku baru saja mengirim sms padanya. Aku bilang, kalau aku sudah dinner, Nu, di tempat yang sesuai dengan isi suratmu yang kamu titipkan ke Wince itu!”
“Iya.”
“Terimakasih ya untuk makan malamnya.”
“Sama-sama. Senang bisa mengenal kamu lebih dekat.”
“Iya, aku juga kok. Meski baru bertemu sekali rasanya aku sudah kenal kamu lama.”
“Mmmm…”
“Kenapa Nu?”
“Mmmm…Ada yang mau aku sampaikan…”
“Apa itu?”
“Mmm…Semoga kamu tidak marah.”
“Soal apa?”
“Aku ingin jujur, dan aku harap kamu bisa menerima ini semua.”
“Mmm…iya, ada apa, Nu?”
“A.. aku.. “
“Kamu, kenapa dengan kamu Nu?”
“Aku…Aku mencintaimu. mmm…Maukah, kamu menikah, denganku?” Wisnu terbata tapi pasti menyodorkan cincin bermata putih kehadapanku.
Aku terdiam, tak menjawab. Aku tak siap.Semntara Wisnu mencoba mengatur nafas, ya, dia nampak grogi sekali, tapi aku jauh lebih kaget dengan semua ini. Dia meneruskan kalimatnya.
“Aku, ya, Aku hanya seorang Wisnu, dan kamu sudah mengenalku sebagai Wince selama ini. Orang mengatakan aku banci. Tapi untuk urusan hati kali ini, aku tetap laki-laki.”
"Apa?!!!"
Dia terdiam.
"Wince is Wisnu, Wisnu is Wince?!" Aku berteriak, kurasa orang di halaman restoran ini mendengar apa yang kuucapkan barusan.
Aku terdiam, menangis. Mengambil tasku dan berlari meninggalkan Wince yang berpenampilan maskulin malam ini.

*
Mataku masih sembab. Aku masih tak percaya. Wince adalah orang yang kuanggap karibku menjelang hari pernikahanku. Ya, satu bulan terakhir aku mempercantik diri ke salon demi hari besarku yang akan berlangsung satu setengah bulan lagi.

Kulirik tumpukan undangan diatas meja. Ya, bahkan undangan pernikahanku sudah tercetak. Dan malam ini, aku dilamar dengan orang yang diberi predikat banci oleh lingkungan sosialnya. Aku masih mematung. Diam. Tak percaya. Aku sangat nyaman berada di dekat Wince. Sangat nyaman. Tapi saat dia hadir sebagai Wisnu dan melamarku, aku bukan merasa nyaman, aku ketakutan!

Wisnu,
Wince.
Satu jiwa di dalam dua penampilan berbeda. Satu jiwa. Iya satu jwa. Wisnu adalah Wince, Wince adalah Wisnu.

Otakku tak hanya terus mendengungkan dua nama itu, melainkan juga nama Setya. Calon suamiku. Pikiranku melayang pada kala pertama aku berkenalan dengan Wince dan banyak momen percakapan kami yang sangat berharga menurutku.

*
"Halo jeungg..."
"Mmm , hai.."
"Silahkan jeung, mau apa nih? Potong, Creambtah, Lulur, Keriting? Ouuuww... kaki yey bagus banget sihhh.... mulus gitu...bagus banget ma rok mini yang yey pake ciinnn..."
"Ow, makasih" aku kikuk didepan banci salon yang satu ini.
"Jadi, mau apa nih? Kayanya rambut yey kudu di spa deh. yuk cin, gue kerjain. yuk mari sindang!"
Dengan ramah banci ini menggeretku kedalam dan langsung mengerjakan rambutku.

*
"Namanya Setya , Ce."
"Oww... macho pasti, hihihihi.."
"Bisa aja lo.."
"Namanya ajahh ude keren cyinnn"
"Tapi..."
"Ih, apanya yang tapi?"
"Gue dijodohin ma dia, Ce."
"Astaga naga bonar jadi duaaaaaaaaaaaaaaaa!!!"
"Paan sih Ce..."
"Lo bilang apa tadi? dijodohin? di J-O-D-O-H hin?!!" Wince histeris.
"Iya."
"Lo sebenernya nggak suka gitchu ma diana?"
Aku menggeleng. Dan diam.
Wince tak bersuara. Tangan Wince kali ini memijat bahuku. Ya, kali ini perawatan yang kulakukan adalah creambath. Ini kali ketiga aku bertandang ke salon ini. Semua ini demi hari pernikahanku. Dan ini semua atas perintah Setya. Mungkin ada yang lain, ya aku butuh teman bicara seperti Wince.


*
Suara ringtone handphoneku membuyarkan kenangan pertemuan-pertemuanku dengan Wince.

Setya Calling

Aku tak mengangkatnya. Kudiamkan telepon genggamku yang terus berteriak minta diangkat. Berkali-kali hingga mati. Aku sedang tak ingin berkomunikasi.

Handphoneku berbunyi lagi, kali ini bersuara lain, Ya, ringtone ini adalah khusus untuk nomer Wince. Aku yang biasanya bersemangat untuk merumpi setiap menjawab panggilan masuk darinya, tidak untuk kali ini. Sama seperti tadi, aku mendiamkan telepon genggamku.

Biarlah kali ini aku yang dikatakan banci. Tak punya nyali. Tak berani menghadapi keduanya. Aku butuh waktu, sendiri.
***
7 january 2010 4:18pm
GaL

Thursday, January 07, 2010

Banci Adalah Laki-laki


Getty Images Stock

Kututup botol pembersih muka sesaat setelah aku menuangkan isinya ketelapak tanganku. Mulai kuratakan susu pembersih ini keseluruh bagian wajahku. Kuambil kapas dan perlahan kusapu wajah ini sehingga terangkat semua make up yang lebih dari 8 jam menempel di mukaku.

Pikiranku sedikit tidak fokus. Antara menatap cermin yang memantulkan bayangan wajahku dan otak ini yang terbayang-bayangi sosoknya beberapa minggu belakangan ini.

Kulanjutkan ritual membersihkan mukaku dengan cairan penyegar. Sembari tangan ini menggerakan kapas kemuka, pikiranku masih tak berhenti memikirkan dirinya.

Kuambil sepasang bulu mata palsu yang tadi kugunakan, dan mencoba membersihkan sisa perekat yang menempel pada ujung-ujungnya dengan seksama. Bulu mata ini masih bisa aku pergunakan suatu saat entah kapan lagi. Kuletakkan dengan rapi kedalam sebuah kotak.

Masih menatap cermin, memandangi diri sendiri. Dan masih terngiang-ngiang setiap detail pembicaraanku dengannya. Ini belum berlangsung lama, aku baru mengenalnya satu bulan terakhir. Tapi aku merasakan sesuatu yang tak biasa. Baru kali ini aku sulit mendefinisikan apa artinya ini.

Kami bertemu di salon, dan disanalah semuanya mengalir begitu saja. Aku melayaninya sebagai pelanggan tetap di salon. Pembicaraan-pembicaraan ringan membuat aku semakin mengaguminya di setiap pertemuan.

Kuambil sisir dan mulai menyisir rambutku. Cermin seperti tak lagi menyajikan pantulan bayanganku, melainkan seperti menyajikan potongan-potongan kejadian setiap menit yang kulewatkan bersamanya. Indah. Bagiku semua itu indah.

Kuletakkan sisir, dan kembali kupandangi cermin. Kedua tanganku menopang dagu. Kunaikkan alisku, kutahan hingga mata ini terbelalak, tersenyum, lalu kuturunkan lagi. Mukaku kembali datar. Aku mencoba tersenyum lebar hingga deretan gigi putihku terlihat, masih menatap cermin, lalu aku kembali memasang muka datar.

Aku resah. Malam ini aku berjanji menemuinya. Dan aku takut dia tak bisa menerimaku. Tapi aku berusah menyingkirkan ketakutanku. Aku harus bersikap. Perasaan ini cinta. Dan aku sudah memutuskan untuk menyatakannya. Ini kali pertama aku akan menyatakan cinta yang sesungguhnya.

*
Ini suapan terakhir makan malamku, dengannya tentu saja. Setelah ini aku akan mengutarakan semuanya padanya.
"Aku nggak nyangka Wince baik banget mau bantu kamu buat ngenalin ke aku!"
"Hahahah...Iya, dapat salam dari Wince."
"Hahahah..aku baru saja mengirim sms padanya. Aku bilang, kalau aku sudah dinner, Nu, di tempat yang sesuai dengan isi suratmu yang kamu titipkan ke Wince itu!"
"Iya."
"Terimakasih ya untuk makan malamnya."
"Sama-sama. Senang bisa mengenal kamu lebih dekat."
"Iya, aku juga kok. Meski baru bertemu sekali rasanya aku sudah kenal kamu lama."
"Mmmm..."
"Kenapa Nu?"
"Mmmm...Ada yang mau aku sampaikan..."
"Apa itu?"
"Mmm...Semoga kamu tidak marah."
"Soal apa?"
"Aku ingin jujur, dan aku harap kamu bisa menerima ini semua."
"Mmm...iya, ada apa, Nu?"
"A.. aku.. "
"Kamu, kenapa dengan kamu Nu?"
"Aku...Aku mencintaimu. mmm...Maukah, kamu menikah, denganku?" Sambil terbata kusodorkan cincin bermata putih kehadapannya.
Dia terpana, namun belum menjawab.
Kutarik nafas panjang mencoba lebih siap untuk meneruskan kalimatku.
"Aku, ya, Aku hanya seorang Wisnu, dan kamu sudah mengenalku sebagai Wince selama ini. Orang mengatakan aku banci. Tapi untuk urusan hati kali ini, aku tetap laki-laki."

***
6 January 2009 8:23 pm
GaL

Pembukaan, AL Fatihah

Sebelum menutup mata menjemput mimpi, aku mengulang 7 ayat surat pertama ini. Beserta artinya. Kulafalkan berkali-kali.


Pagi ini saya menyegerakan diri untuk mencari tafsirnya. Dan mengulang apa yang saya lakukan semalam.

Berikut artikelnya


::::

Tafsir Surat Al-Fatihah

( http://muslim.or.id/al-quran/tafsir-surat-al-fatihah.html )

Keutamaan Surat Al-Fatihah

Monday, January 04, 2010

Eh , Ada Jalur Sepeda!


Bike Lane- Car Free Day Oct 2009. Pic by : GaL

Gaya hidup sehat dengan bersepada semakin marak di Ibukota. Selain sehat untuk personal, juga sehat untuk lingkungan sekitar bukan? Belakangan pemerintah semakin menaruh perhatian ekstra untuk komunitas penggemar kegiatan bersepeda.

Sumber lain mengatakan bahwasanya Pemprov DKI akan merealisasikan  kebijakan terkait dengan pembuatan jalur khusus sepeda mulai tahun 2010 lalu. Dan dari lima wilayah kota administrasi di ibukota, Jakarta Selatan dianggap paling siap untuk penerapan jalur khusus sepeda.

Pertanyaannya seberapa siapkah pemerintah?

Mengutip dari media, dikatakan bahwa ‘Nantinya, jalur sepeda tidak akan dicampur dengan jalur kendaraan biasa (reguler), tetapi menggunakan trotoar yang dilewati pejalan kaki.’

Wohohoho…. temanku punya pendapat singkat :’Tabrakan donk sepeda ma pejalan kaki?’

Melihat UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN, dikatakan dengan jelas:
Pasal 45 Pasal 131 Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.
Jadi, gimana ceritanya kok trotoar akan dijadikan juga sebagai jalur sepeda?

Ow, ternyata ada kalimat tadi masih diperjelas dengan kalimat lain… (masih ada koma) kelanjutannya dijelaskan ‘Karena jalur khusus sepeda akan menggunakan trotoar, maka pembenahan akan segera dilakukan, seperti memindahkan pot jalan, tiang listrik, serta pemolesan trotoar yang berlubang atau tidak rata.’

Wohoooo lagi… Temanku berpendapat singkat :’Proyek lagi nih…’

Itu pekerjaan pemerintah bukan? Membuat RAB diawal tahun dan menghabiskannya hingga ujung tahun. Pembenahan sana-sini demi kepentingan rakyat. Tapi mengapa ya, perencanaan tidak dilakukan sekaligus. Jadi teroganisir mencakup kebutuhan secara keseluruhan. Tidak saban bulan atau tahun jalan dirombak ini-itu, atau digali sana-sini untuk memenuhi kebutuhan lain.

Sampai saat ini masih dilakukan obervasi terkait dengan kebijakan ini, diharapkan bila jalur sepeda sudah ada, tidak akan ada kekisruhan pada lalu lintas karena semua sudah diatur, kemudian komunitas kegiatan bersepeda mendapatkan haknya secara penuh, selain itu juga membantu mengurangi polusi di Jakarta, dan pastinya mengurangi kemacetan.

Untuk informasi, jalur-jalur tersebut akan melintas di seputaran Setiabudi, Landmark, Semanggi, Sudirman, Blok M, Senopati, dan SCBD,yang terhubung ke Fatmawati dan Lebakbulus.(Tahun 2010)

Semoga cepat terealisasi kawan…Mari kita doakan!
***
Ditulis :04-01-2010
1:05 PM
GaL


Nah, sekarang udah 2012, apa sudah terealisasi?

Sunday, January 03, 2010

The Show

The Show
by LENKA





YouTube Video is here


I'm just a little bit caught in the middle
Life is a maze and love is a riddle
I don't know where to go I can't do it alone I've tried
And I don't know why

Slow it down
Make it stop
Or else my heart is going to pop
'Cause it's too much
Yeah, it's a lot
To be something I'm not

I'm a fool
Out of love
'Cause I just can't get enough

I'm just a little bit caught in the middle
Life is a maze and love is a riddle
I don't know where to go I can't do it alone I've tried
And I don't know why

I'm just a little girl lost in the moment
I'm so scared but I don't show it
I can't figure it out
It's bringing me down I know
I've got to let it go
And just enjoy the show

The sun is hot
In the sky
Just like a giant spotlight
The people follow the sign
And synchronize in time
It's a joke
Nobody knows
They've got a ticket to that show
Yeah

I'm just a little bit caught in the middle
Life is a maze and love is a riddle
I dont know where to go I can't do it alone I've tried
And I don't know why

I'm just a little girl lost in the moment
I'm so scared but I don't show it
I can't figure it out
It's bringing me down I know
I've got to let it go
And just enjoy the show

Just enjoy the show

I'm just a little bit caught in the middle
Life is a maze and love is a riddle
I dont know where to go I can't do it alone I've tried
And I don't know why

I'm just a little girl lost in the moment
I'm so scared but I don't show it
I can't figure it out
It's bringing me down I know
I've got to let it go
And just enjoy the show

dum de dum
dudum de dum

Just enjoy the show

dum de dum
dudum de dum

Just enjoy the show

I want my money back
I want my money back
I want my money back
Just enjoy the show

I want my money back
I want my money back
I want my money back
Just enjoy the show
 
:::
When feeling so Fool at the beginning of 2010 :| 

Friday, January 01, 2010

Jagung Muda Punya Duda

“Angkat donk! Cepetan…!”
“Huuuhhh… sabar napa ya Bang?”
“Cepetan… ntar nggak keburu kita…” 
 
Si Abang satu ini memang terkenal tidak sabaran. Wajar saja dia ditinggal istrinya, dan sekarang hidup sebagai Duda. Tapi satu yang membuatku kagum dia punya kharisma.

“Malah bengong sih?!”
“Ohhh iya-iya Bang…”
“Ati-ati ngangkatnya…”
Aku perlahan mengangkat perlahan-lahan agar sesuai dengan permintaannya.

“Aduh!! Kan gue uda bilang pelan-pelan….!”
Tiba-tiba dia berteriak.
“Maap, maap bang.. nggak sengaja. Yang ini saya janji nggak gitu lagi bang. Maap bang.” Aku menjawab gugup.

Wajahnya sudah menunjukkan ekpresi tidak enak, seketika hilang kharisma dia sebagai Duda keren. Keringat kami sudah membasahi sekujur tubuh , sangat panas disini. Tapi aku bertahan demi uang. Begitu juga si Abang duda ini. Demi kepuasan dalam kesendiriannya dia rela melakukan apa saja.

“Nah kan gitu cakep banget dah tuh…”
Aku meringis sedikit lelah tapi berusaha tetap tersenyum , demi uang , sekali lagi demi uang.
“Lagi donk! Masukin dulu yang bener, trus angkat lagi.” perintahnya singkat.

Aku mengangguk mantap. Aku sudah tiga tahun ini kenal dengan si Abang. Dan aku pasti ada dekat dia dikala malam pergantian tahun seperti sekarang ini. Cukup setahun sekali memang aku bertemu, tapi aku mendapatkan uang tambahan banyak darinya.

Akhirnya tiba juga kali terakhir untuk malam ini. Setelah sedari tadi dia memerintahkan aku untuk memasukkan dengan benar dan mengangkat dengan hati-hati.

“Akhirnyaaa…” dia berkata lega
Aku pun menarik nafas panjang, lelah tapi aku puas dengan apa yang aku kerjakan. Si Abang duda ini juga nampak puas dengan apa yang kukerjakan. Sekali lagi, demi uang.

“Nih, jatah lo. Terimakasih ye.” Dia memberiku segepok uang ribu-ribuan.
“Iya bang, makasih. Saya duluan ya bang. Tahun depan lagi ya bang.”
“Kalo gue masih duda lo pasti gue panggil lagi!”

Aku tersenyum dan meninggalkan kawasan pinggir jalan yang mendadak menjadi pasar kaget jelang tahun baru. Puluhan karung jagung muda yang kuangkat dari mobil pick up ke lapaknya tertumpuk rapi. Disana tertulis jelas JAGUNG MUDA PUNYA DUDA

***
Terinspirasi pedagang jagung kagetan di pinggir jalan ciledug raya malam tahun baru ini :)
Met tahun baru temans!!!

1 Januari 2010 12:04 AM