Sutradara juga punya sutradara
Pelajaran hidup buat aku.Sekaliber sutradara yang biasa mengatur orang dengan scriptnya mentok adalah manusia juga.Iya bukan? Skenario hidup memang hanya Tuhan sutradaranya. Manusia memang boleh punya skenario tetapi kembali lagi, Tuhan sutradaranya.
Bebrbicara soal skenario hidup, siapa yang menyangka aku yang awalnya hanya mengenali teman-temanku lewat media Facebook, pada sore hari ini akan kopi darat dan kali ini di Jogja!Tuhan mempertemukan kami! Kami menyebut diri kami GenkHermes. Awalnya sepele sekali dari berkomentar di cerita bersambung karyaFajar Nugros dan Artasya Sudirman. Berlanjut ke pertemanan di dunia nyata.
Sore ini aku akan melakukan perjalanan singkat di kawasan Nol Kilometer Jogja bersama mereka. Kami sudah merencanakan ini jauh hari sejak aku masih di Jakarta. Dan Tuhan merestui pertemuan kami! Berkumpulah kami 6 mahkluk Venus. Tanpa halangan sore ini cerah dan hawanya sangat mendukung untuk berjalan-jalan, melewati saksi-saksi bisu kisah sudut kota Jogja dari tahun ke tahun.
*
Dimana letak titik nol kilometer Jogja? Itu pertanyaan mendasar, banyak orang yang berpendapat Tugu Pal Putih, yang menjadi simbol Kota Yogyakarta. Ada juga yang berpendapat Keraton, karena inilah cikal bakal keberadaan Kota Jogja. Ada pula yang menyebut Alun-alun Utara, di antara dua pohon Beringin di tengahnya.Bila kita telaah jawaban tadi mungkin termasuk area nol kilometer yang membujur dari Utara ke Selatan. Tapi yang disebut titik, pastilah sebuah sentral.
Sebuah papan peringatan resmi yang terpampang di depan bekas bangunan Senisono, ternyata bisa menjadi petunjuk dimana tepatnya titik nol kilometer itu berada. Titik paling sentral itu tentu berada di sekitar perempatan jalan di depannya, bukan pada tempat dimana papan peringatan itu berdiri. Sekitar tahun 70 hingga awal 80-an, di tengah perempatan ini masih terdapat sebuah air mancur kota. Dari sinilah kemungkinan nol kilometer berada dan menjadi titik pangkal yang dipakai untuk menarik garis jarak antara Kota Yogyakarta dengan kota atau wilayah lain.
Oya, gedung Seni Sono sekarang telah melebur dengan kawasan Gedung Agung. Dulunya bangunan ini berfungsi sebagai gedung untuk peristiwa kebudayaan dan kesenian. Gedung ini memiliki ciri khas penulisan tahun dibangunnya tepat di atas fasade bangunan, disana tertera angka 1915. Meski sudah melebur dengan kawasan Gedung Agung dan mengalami renovasi, empat digit angka tersebut tetap tertera jelas.
Pelajaran hidup buat aku.Sekaliber sutradara yang biasa mengatur orang dengan scriptnya mentok adalah manusia juga.Iya bukan? Skenario hidup memang hanya Tuhan sutradaranya. Manusia memang boleh punya skenario tetapi kembali lagi, Tuhan sutradaranya.
Bebrbicara soal skenario hidup, siapa yang menyangka aku yang awalnya hanya mengenali teman-temanku lewat media Facebook, pada sore hari ini akan kopi darat dan kali ini di Jogja!Tuhan mempertemukan kami! Kami menyebut diri kami GenkHermes. Awalnya sepele sekali dari berkomentar di cerita bersambung karyaFajar Nugros dan Artasya Sudirman. Berlanjut ke pertemanan di dunia nyata.
Sore ini aku akan melakukan perjalanan singkat di kawasan Nol Kilometer Jogja bersama mereka. Kami sudah merencanakan ini jauh hari sejak aku masih di Jakarta. Dan Tuhan merestui pertemuan kami! Berkumpulah kami 6 mahkluk Venus. Tanpa halangan sore ini cerah dan hawanya sangat mendukung untuk berjalan-jalan, melewati saksi-saksi bisu kisah sudut kota Jogja dari tahun ke tahun.
*
Dimana letak titik nol kilometer Jogja? Itu pertanyaan mendasar, banyak orang yang berpendapat Tugu Pal Putih, yang menjadi simbol Kota Yogyakarta. Ada juga yang berpendapat Keraton, karena inilah cikal bakal keberadaan Kota Jogja. Ada pula yang menyebut Alun-alun Utara, di antara dua pohon Beringin di tengahnya.Bila kita telaah jawaban tadi mungkin termasuk area nol kilometer yang membujur dari Utara ke Selatan. Tapi yang disebut titik, pastilah sebuah sentral.
Sebuah papan peringatan resmi yang terpampang di depan bekas bangunan Senisono, ternyata bisa menjadi petunjuk dimana tepatnya titik nol kilometer itu berada. Titik paling sentral itu tentu berada di sekitar perempatan jalan di depannya, bukan pada tempat dimana papan peringatan itu berdiri. Sekitar tahun 70 hingga awal 80-an, di tengah perempatan ini masih terdapat sebuah air mancur kota. Dari sinilah kemungkinan nol kilometer berada dan menjadi titik pangkal yang dipakai untuk menarik garis jarak antara Kota Yogyakarta dengan kota atau wilayah lain.
Oya, gedung Seni Sono sekarang telah melebur dengan kawasan Gedung Agung. Dulunya bangunan ini berfungsi sebagai gedung untuk peristiwa kebudayaan dan kesenian. Gedung ini memiliki ciri khas penulisan tahun dibangunnya tepat di atas fasade bangunan, disana tertera angka 1915. Meski sudah melebur dengan kawasan Gedung Agung dan mengalami renovasi, empat digit angka tersebut tetap tertera jelas.
Tujuan pertama kami, Istana Kepresidenan Gedung Agung. Gedung ini selesai dibangun pada tahun 1832 . Dengan fungsi sebagai tempat tinggal para Residen dan Gubernur Belanda di Yogyakarta .Dan sempat menjadi kediaman resmi Koochi Zimmukyoku Tyookan, penguasa Jepang di Kota Jogja pada jaman penjajahan Jepang. Dari tahun 1946 hingga 1949, gedung ini menjadi tempat kediaman resmi Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama,dikala Kota Jogja menjadi ibukota Republik Indonesia. Kini, Gedung Agung adalah salah satu Istana Presiden Republik Indonesia yang berada di luar kota Jakarta. Gedung Agung adalah saksi berbagai peristiwa penting di Kota Jogja.
Diseberang Gedung Agung, kami hanya memandang dari kejauhan saja bangunan yang bertuliskan Vredeburg. Bangunan ini berfungsi sebagai museum dengan nama Museum Benteng Vredeburg.Dulunya merupakani markas tentara pada jaman kolonial Belanda ini. Benteng ini dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1760 atas permintaan orang-orang Belanda. Bangunannya yang sederhana kemudian disempurnakan pada tahun 1787 dan kemudian diberi nama Benteng Rustenburg yang artinya benteng peristirahatan. Bangunan ini juga sempat rusak berat pada saat terjadinya gempa bumi besar pada tahun 1867,setelah direnovasi namanya pun dirubah menjadi Benteng Vredeburg, yang berarti benteng perdamaian. Masyarakat Jogja tempo dulu menyebut benteng ini dengan nama Loji Gedhe, sementara barak-barak tentara di belakangnya disebut Loji Cilik. Gedung Agung yang berada tepat didepannya, karena memiliki taman yang luas, disebut sebagai Loji Kebon.
Bergerak ke selatan, di depan bekas Gedung Senisono, terdapat sebuah monumen yang mengabadikan telapak tangan sejumlah tokoh. Monumen yang diresmikan pada tahun 2003 ini dinamakan Monumen Tapak Prestasi Kota Yogyakarta. Meski belum banyak terisi, minimal disana ada tapak Hamengkubuwo X dengan pesannya yang singkat tapi mengena sekali.
Seberang Monumen Tapak Prestasi, berdiri Kantor Pos Besar Yogyakarta. Pada jaman Kolonial Belanda, fungsinya tidak jauh berbeda, yaitu sebagai kantor pos, telegraf dan telepon. Disebelah timur gedung ini berdiri Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Dahulu dipergunakan sebagai kantor de Indische Bank. Dan kesemua bangunan ini memiliki garis desain yang sama, karena memang didirikan pada masa yang sama yaitu masa kolonial.
Menyeberangi jalan lebih ke selatan, kami dapati bangunan bertingkat yang masih berdiri kokoh.Saat ini merupakan Kantor Bank BNI. Pada jaman kolonial, gedung ini digunakan sebagai Kantor Asuransi Nill Maattschappij dan Kantor de Javasche Bank. Sedangkan lantai bawah gedung ini, pada Jaman Jepang dipergunakan sebagai Kantor Radio Hoso Kyoku, Pada awal kemerdekaan studio digunakan sebagai Studio Siaran radio Mataram yang dikenal dengan nama MAVRO
Di sudut barat daya Benteng Vredeburg, berdiri sebuah monumen yang didirikan untuk mengenang peristiwa Serangan Umum yang dilancarkan para pejuang Republik Indonesia terhadap pendudukan Belanda pada pada tanggal 1 Maret 1949.Kami berdiri dari depan kantor Pos Besar dan memandanginya dari seberang jalan.
Seputaran kawasan Nol kilometer sudah terdokumentasikan lewat kamera. Tiba-tiba pesan singkat dari salah satu temanku yang juga berlabel GenkHermes kuterima. Dia menyebutkan dirinya sudah tiba di jogja dan berada di kawasan Utara pas jalan Mangkubumi. Tanpa berpikir pajang kami sepakat untuk mendatanginya.
*
Masih ada yang belum lengkap bila sudah berada di Jogja. Jangan mengaku sudah ke Jogja bila belum menyentuh simbol kota ini. Yap Tugu! Kami bergerak meninggalkan kawasan Nol kilometer menuju Tugu yang berada di Utara. Dan Kami melengkappi formasi GenHermes mudik kali ini dengan satu mahkluk Mars!
Lengkaplah perjalanan singkat sore jelang malam kami, diakhiri dengan mengabadikan diri di dekat Tugu.
Meski baru bertemu kami merasa sudah seperti berteman bertahun-tahun lamanya. Ini yang disebut keajaiban mungkin ya? Tiba waktu kami berpisah dan berjanji akan bertemu lagi.
Seperti aku selalu berdoa untuk selalu bisa bertemu lagi dengan Idul Fitri di penghujung Ramadhan.
***
Yang ini sedikit bercerita sejarah, maap ya kalo nggak detail...soalnya kalo ditulis semua ntr buku PSPB nggak laku...:D (apa ituh PSPB-kurikulum lama mode on)
thx u for half of hermes !!:D
No comments:
Post a Comment