Aku hampir saja berteriak karena kaget.
“Eh, mbak… Tumben sudah datang?”
“Iya nih, kerjaan gue masih numpuk dari kemarin sore. Makanya pagi-pagi gue uda dateng..”
Si mbak ini berkata sambil berjalan menuju kaca untuk merapikan riasan wajahnya. Tidak seperti tempo hari saat maskaranya luntur karena air matanya, pagi ini dia terlihat bersemangat dan sangat wangi.
“Tapi tetep ajah gue telat pagi sama si bos.” lanjutnya sambil terus berkaca.
Aku menahan tawaku.
“Sebel gue kalo kerja ada dia, gue suka ditongkrongin. Padahal nggak enak kalau ngerjain laporan keuangan ditongkrongin gituh…” lagi-lagi si mbak ini meracau sambil tetap berkaca
Aku jadi teringat kertas yang masih kukantongi. Jadi si mbak ini biasa mengerjakan laporan keuangan? Sama persis dengan sobekan kertas yang kutemukan tadi pagi donk? Sobekan kertas dengan tulisan ‘Laporan Keuangan Tahun 2009′.
Aku masih berpikir tentang kertas sambil terus menggerakan kain lap di sepanjang wastafel lavatory.
“Jangan sampe deh hari ini maskara gue luntur lagi gara-gara si bos ituh. Huh! ” Kali ini si mbak merapikan bulu matanya, menjepitnya dengan alat yang khusus untuk melentikkan bulu mata dan mengedip-ngedipkannya berulang kali di depan kaca.
Aku diam mendengarkan kicauan si mbak ini.
“Lo tau nggak, si bos itu suka seenak jidat dia kalo komentarin kerjaan. Suka semena-mena kalo ngasih kerjaan. Emangnya tangan gue berapa? ” kali ini dia memulas bibirnya dengan lipstik berwarna muda.
“Dua ya mbak?” sahutku
“Iye, pinter lo!” timpalnya
Aku tersenyum. Kali ini aku merapikan pemanis lavatory ini. Aku mengganti air di dalam vas yang diisi tanaman air. Warna hijau disudut sini memberi efek yang baik bagi para pengunjung toilet lantai ini.
“Tapi kadang dia baik juga sih. Sama-sama wanita ada enaknya juga. Suka ngajak shoping bareng. Tapi kalo dia uda bete, kita juga yang kena damprat. Repot….”
Kicauan si mbak ini belum selesai juga ternyata.
“Susah kalo punya bos kaya dia, single parent gitu. Dua anaknya pasti banyak tuntutan dan perlu temen curhat, sementara dia sibuk dan nggak punya pasangan untuk dicurhatin….”
Wah, aku baru tahu kalo si bos ternyata sudah janda beranak 2. Masuk akal juga cerita si mbak ini. Wanita itu kesepian tak punya teman bercerita.
“Dulu sih kayanya ada affair ma bos lama kita. Lo kayanya belom masuk disini deh, jadi pasti nggak tau orangnya. Bos lama gue cakep bok. Dan gue bilang cocok ajah ma si bos cerewet ini….”
Entah apalagi yang dipandangi si mbak ini di depan cermin. Betah sekali dia berlama-lama di depan kaca lavatory ini. Dan nampaknya kaca sebelah pojok paling kanan adalah favoritnya.
“Gue juga mau jadi simpenannya kalo dia ngelirik gue… “
Yah, si mbak ini murah meriah juga rupanya. Aku hanya tersenyum merespon kalimatnya barusan.
“Tapi sayang, dia milih si bos cerewet gue itu. Daripada malu ketahuan affair, dia resign dari sini…”
Kurasa kebisuanku sedari tadi justru membuat si mbak ini semakin mebeberkan banyak cerita yang tidak kuketahui sebelumnya.
“Ah sudahlah. Yang penting semoga hari ini bos gue nggak lagi PMS!” serunya sambil tetap memandangi kaca membenahi pakaiannya.
“Semoga ya mbak…” Aku berpindah ke sisi kiri si mbak yang masih sibuk berkaca, mendekati pintu toilet.
“Iyalah repot kalo dia lagi PMS!”
“Eh mbak…” tiba-tiba aku ingin bertanya soal sobekan kertas yang aku temukan
“Ya?”
“Mbak, tadi pagi…”
Pintu lavatory terbuka tiba-tiba memotong kalimatku.
“Pagi bu…” si mbak menyapa si bos yang tiba-tiba muncul di hadapan kami seolah dia tidak membahas apapun tentang si bos denganku sedari tadi. Kedua tangannya sedang memegang maskara, tangan kanan siap menyapu bulu matanya dengan maskara dan tangan kirinya memegang botol cairan maskara.
Aku menoleh ke belakang dan gugup.
“Pagi.” jawab si bos singkat. Matanya langsung menuju padaku.
Aku semakin gugup, jangan-jangan dia meneruskan interogasinya padaku yang terputus tadi pagi.
“Oya, saya mau tanya sama kamu… “
Bos berjalan ke arahku. Mampus! dia pasti akan melanjutkan percakapan seriusnya tadi pagi.
Ternyata dugaanku meleset, aku terlalu GR, si Bos melaluiku begitu saja.
“Kamu make maskara apa sih? Bulu matamu bisa keliatan cantik gitu?”
Fyuh, aku cepat-cepat bergegas meninggalkan lavatory diiringi dengan suara celotehan dan pembahasan dua wanita yang sebetulnya bertentangan tetapi akur perkara maskara.
***
GaL
9:42 AM , 4 Maret 2010
masih untung bisa berdamai di lavatory.
ReplyDeletegmana coba kalo sampe berkelahi?